Sajak Lawas

Lebih Lelah

Hitam kelam
Merambat dari kuku ibuku yg berbau tak sedap
Dia tenang menunda laparnya
Di depan penggorengan tanpa minyak atau api
Dia menggaruk kakinya tergoda nyamuk penggoda
Matanya terus tertuju ke televisi 14 inch
Menghibur diri setelah lelah ini dan itu
Pasti, tak lama suaminya yg lemah menyuarakan namanya
Ibuku akan tetap datang bersusah payah mengangkat tubuhnya
Terlihat sekali badannya harus berteman dengan kasur usang miliknya -lagi
Untuk membenarkan pinggangnya yg encok
aku berdoa -bertanya- pada-Mu Tuhan!
“-Sudahkah- Putih Benderangkan jiwa dan hatinya -?”

Lemah

Sejuta derajat panas matahari akan membakar jasadku, tidak hatiku..
Sejuta kali lipat gelap dari goa tak huni akan menghilangkan pandangku, tidak hatiku..
Sejuta lipat dingin pasangan kutub pasti membekukanku, tidak hatiku..
Atau sekian kali lipat katrina atau tornado pasti memisahkan utuh jasadku melontarkan jeroanku, tapi tidak hatiku..
.
Hanya jika kau enggan datang bersamaku pada-Nya mungkin jasadku akan utuh sbagaimana mestinya, tapi tidak hatiku.

Bergerak

Berontaklah hatiku!
Aku tidak ternoda oleh nodamu
Aku tidak kuat oleh kekuatanmu
Aku tidak lemah karena lemahmu
Aku berdiri dan berjalan disisimu yang plin plan
Merontalah hatiku!
Aku tidak hidup karena hidupmu
Karena langkahku kerap masih dipacuanmu
Tenanglah hatiku..
Aku tidak mati karena matimu!

aku -melawan

aku tidak melawan..
ketika amuk nafsumu menjilat benar nafsuku
dalam isian yang pernah kita punya
diatas kasur tanpa rembulan

aku tidak melawan.. 
pada hari dimana kau memintaku tak berbusana
tepat di lorongmu yang sunyi tanpa desah si penghuni.
indah aromamu merekah
aku tidak melawan..
jika saja kau membenamkan beberapa jari
saat-saat kita tidak punya lagi alat untuk menikam
agar merah dibawah kita

tapi, aku akan melawan!
bila waktu memaksa kita tak sejalan
meski mustahil, aku tetap akan melawan dengan diam!

Tinggalah -Disini-

jurang ini tidak terlalu dalam
bisa dilihat dasarnya dari sini
bisa didengar juga suara beberapa elang atau tupai meretas makanannya
dan bayangkan jika berdiri sebuah rumah kayu
berada ditepiannya mengarah ke laut
akan ada banyak waktu untuk menikmati minuman hangat 
menunggu matahari hingga terbenam
disini bukan surga atau nirwana 
karena tempat itu tak akan seindah ini
tidak sama sekali karena rumah ini diujung tebing menghadap laut.
bukan..
itu semua karena kita punya banyak waktu 
untuk diselesaikan bersama.
 

tenang -bersama kita

panas terlambat datang
trotoar masih ditempatnya meninggikan kebahagiaanku
begitu seperti tidak ada warna
meski aromanya tak ku endus lagi
setidaknya secankir kopi pahit menuntunku
untuk sebisa menikmati keadaannya
pahit menantangku mendatangkan perasaan itu
hanya berjarak pandangan mata
melihatnya begitu sangat tanpa jengkal
aku memutihkan ingatanku
menelaah arah geraknya, gerak matanya
ketika kopi tak habis kuminum
pelarian ketakutan akan pertemuan ini
-saja ini bukan titik
aku membentuk koma dari gula di meja.

doa (untuk si masa lalu)

TUHAN, pinjamkan aku mesin waktu-Mu biar ku kembali dimasa lalu.
aku ingin membawa wanita itu ke masa ini, wanita yg tak pernah menuntutku apa-apa.
ketika ku panggil tak pernah ia menunda untuk segera datang.
ketika kupinta apa dia tak pernah protes.
tak pernah lebih tinggi suaranya dariku.
dia bukan wanita sempurna, Tuhan.
dia wanita biasa yang Kau ciptakan dimasa lalu.
wanita yang kini Kau jodohkan dengan pria lain.

taman kosong

rumput yang dulu tinggi kini habis terpangkas
pepohonan lekas tinggi sempat kupikirkan di perjalanan
tempat ini menjadi lebih tua
tidak sesegar aroma ketika kita bersama
saat itu tentu tempat ini sepi
begitu menyenangkan kau berada dekat denganku
lebih menyenangkan berjalan bersamamu
di taman kosong ini
daripada aku tinggal sendiri di tempat yang orang-orang
menganggap itu sangat menyenangkan
sekarang begitu ramai dengan pasangan
dan aku masih tetap merasa lengang
hanya saja kali ini tidak mengenakkan.

senyap diantara dataranmu dan milikku

aku mulai dengan kebingungan kata
tidak terucap tapi aku mendengarnya
beberapa waktu duduk begitu dekat
kau membahasakan dirimu dengan diam
betapapun bising sekitarannya
tetap terasa begitu tenang meski tanganmu tak ku genggam
sepenggal purna waktu itu
tak pernah ada dan menggantinya
meski ada banyak lainnya yang pernah tinggal dalam kesunyianku
tetap saja aku lebih suka berada disisimu
tetap saja mereka tak mengerti
aku tidak akan menghabiskan waktu untuk menatap wajahmu
aku lebih suka memperhatikan letak perasaanmu
tak akan aku ulang suasana hati bersamamu
akan selalu kuciptakan perasaan baru di waktu kapanpun yang kamu mau
aku masih mau menunggu perjalanan kita selanjutnya.

searah

selaras mencari mata angin di pojokan waktu
dia yg aku rengkuh menutup matanya sejak lama
melengkingkan hening berbadan gelap
sudah saatnya dia tahu jika tempatnya ia berbaring
selalu aku jaga agar tetap pada arah tujuannya.

HATIKU

Sehebat apa badai menerjang?
Mengunyah apa yang ada di depan,
lalu menelannya menjadi tulang belulang yang berserakan.
Kakiku goyah, tapi hatiku baik-baik saja.
Sedahsyat apa halilintar mengglegar?
Membakar pohon yang kaku dari akar hingga terujung ranting,
memanaskan sejenak bagian samudera yang mengasap.
Lalu merobek-robek telinga dengan sengaja membuka.
Lihat, aku hancur! Tapi hatiku baik-baik saja.
Dan seperti apa kiamat mengahiri dunai?
Dia membunuh kekasihku tercinta,
dia membunuh ibu-bapakku,
menyerpihkan debu-debu hingga menjadi daki di kulit busuk mayat-mayat.
Aku pasti mati, tapi hatiku tetap tidak
Namun, jika selangkah saja kau pergi
menjauh dari bayang-bayang yang telah menghanyutkan hatiku
ke dalam aroma wewangian keraton keabadian…
betapa badai, halilintar, kiamat dan segala macam kenistaan nestapa
akan datang dan terus mencumbui setiap darah kental
keahiranku…
Pare, 10 januari 2010

hujanku mati

seperti rona pagi ini
tak ku sentuh ataupun ku jamah
hanya ku lihat tak jauh dari halamanku
yang tak berbunga atau hiasan tanaman lainnya…
tidak perlu tahu..
 
tak seorangpun memegang tangan hujan yang menunutun kemana ia berlari
tak sedikit rasa terkafan, terbunuh…
dibiarkan membusuk tak ada yang menziarahi…
 
hujan sepi matahari tak mungkin ditemui…

bakteria

tertular aroma yang masih kucari di tubuhmu
keluh meniti incinya
 
sedingin ini kau terasa
sehangat ini kau merasa
amarah bernafsu untuk tak melepasmu
 
kau yang tak beraroma
menerobos nafsuku yang khilaf
meraba apa yang kau beri
dan apa yang sudah aku hampiri di tubuhmu dengan lidahku
kita menikmati…
 
serdadu bakteri ini telah menjadi satu
mencemari hati kita
biarkan mereka menggerogoti
lalu mengubur teman-teman baktari di dalamnya
 
tentu tak akan seindah ini..

KERINGAT (yang mengalir dari tanganmu) *bukan tentangnya lagi

Sedikit saja kau pergi
Aku tak mungkin berlari
Bagaimana aku bergerak sesuai dengan pola pikirmu yang rumit
 
Keringatmu mengalir deras menelanjangi muka kusamku
Sejuk memang, sedikit menghilangkan keriput
Dari garis mata lesuh hingga bibirku mengering
Kau menyentuhnya dengan banyak keringat
Helai berhelai rambutmu rontok
Menggatalkan tubuhku yang tanpa busana
Pori-porikupun penuh amarah, awalnya
Ku garuk dengan kuku tangan panjang penuh kotoran
Terkikisnya dan terbentuk luka
Perih ketika keringat tanganmu menyentuhnya
Tapi kubiarkan itu
Biar saja kutahan
 
Tanpa sisa kau hanya tanpa toleh
Menutup hatimu dengan tanganmu yang berlumur keringat
Pintunya basah, suatu saat nanti pasti akan berkarat
Karena kandungan garam di keringatmu
Tapi nanti pasti ada yang menggantinya
Dan semoga saja aku
 
Biar aku masuk lalu kunikmati isi hatimu
Dan pasti akan ku curi perabotan di dalamnya
Kupajang diruang yang siapapun tak akan tau
tak akan ku ijinkan masuk
Biarkan perabotan itu tetap di dalam dan akan ku keluarkan disaat kau menanyakannya
Tapi aku tak akan mengembalikannya
Sekalipun kau memohon dengan bayak meneteskan keringat tanganmu
Tidak! Aku tak mau
 
Karena dalam dunia hati tidak akan ada polisi, sayang
Hanya kau yang bisa mengurungku
Membatasi gerak tubuhku
Berkendali atas pikiran dan hatiku
Bahkan aku bukan pemilik dari hati yang tuhan letakkan di tubuku
Tapi kau, sayang.
 
Pare
Ahad, 23 Oktober 2011

kita saja

awal dulu,
kau dengan tas biru
sampai pada ku
lalu rakit melabuh
di sisi sungai dangkal panjang
kau tunjukkan lembah persembunyianku
ahir sekarang
di tempat lain tak bersenyawa
aku tiba padamu
dengan sepeda biru ini
kutunjukkan kau malam kita yang gelap ini
biarkan ini tetap hitam dan gelap
agar kita tidak ditemukan

awal ini cukup

tentu
kepuasanmu tidak akan sampai pada kakiku.
pada letak kau berteriak meriakinya.
senang kinanti datang.
tapi kau tidak akan terus.
henti ketukan hati.
disisa sisi jelmaan kunang-kunang
dengan kuatnya menerang.
kau bisa berlari
tapi bukan dari bejana yang kau isikan.
lebih ke atas
menengadah hujan berkejaran.
hatimu sendu
tepikan hasratmu
mulailah hasrat baru

segerakan

berlarilah!
sepanjang jalan yang kau mampu
terjatuhlah!
naikkan kakimu hingga bangkit
biarkan nafasmu berkejaran
buatlah jantungmu sedikit lebih bekerja keras
dapatkan dahagamu
di depan!
ada semua yang kau cita-citakan

kebenaran

tekan jari-jari hingga menyatu
lembutkan pikiran
buka mata ketika berhenti melakukannya
berdolaha untuk yang tersayang
mohonlah ampunan bagi si pembenci
dekatkan kebaikan
simpan baik warna hitam
pastikan tangan terbuka
ketika banyak kesalahan datang meminta pengampunan

menakjubkan

tak ada salahnya ketika selamat pagi diucapkan dengan baik
saat banyak kebaikan datang
saat banyak teman memberi salam
helanya seperti tawa kawan jika mereka turut tersenyum terlibat dalam kebahagiaan kita
atau seperti senyum kawan menenangkan ketika merasakan kesedihannya
tidak akan terbatasi seperti apa mereka menunaikannya
dekat sekali resapannya
menalarkan naluri ke tiap pori-pori
-atau terkadang kawan menjadi lawan

sepi, sunyi.

kapan ini akan diam berhenti
meliput apa saja ketika tidur panjang
dan ketika ini semakin menjebakku
jauh sepi memaki
semakin kusederhanakan caraku menyampaikan
jika ada yang lewat mengantarkan pesan
di kotak surat yang sudah sangat lama meruang
kapan saja, kirimkanlah sesuatu yang baik padaku

berdirikan aku

atau tidak sama sekali
terkadang jatuh tak berdasar
kuat menantang lutut ditegakkan
terus naik, lurus kedepan
semangat ini tak akan terkalahkan
lerai halusinasi membentuk banyak mimpi
untuk sebuah penjelajahan
dan menemukan banyak reruntuhan
besar, kuat
banyak hal yang harus disentuh
meraba kenikmatannya meski janggal
terus keluarkan keringat
menantang sekian ketidakmungkinan

ayun

apapun yang telah kubentuk
perlahan dan lambat
menguraikan rumitnya waktu
seorang diri menghabiskan banyak pikiran
terus ingin menemukan padaku hal berbeda
dilubang telinga atau dua bola mata
atau dari penutup kepala
biarkanlah semau yang aku mau
biarkan hatiku memaki atau memuji
dengan tulisan banyak ini
disekitar orang-orang yang aku benci
disetiap orang yang mendamaikan pikiran dan hati
aku tidak perlu takut
-meski sebenarnya demikian
melawan ketidaksanggupan dalam dunia yang kumasukkan banyak ketidakseimbangan
membatasi, terbatasi, dibatasi, terbatas dan kebebasan
lantai bumi ini memberiku detak kaki
memanduku untuk menemukan banyak tulisan lagi
memuaskan hati karena ia melihatnya
karena dia mampu membaca dengan baik
tulisan ini memberiku detak yang berbeda

suara-berkata

aku tidak memiiki nyala
dalam banyak kasus aku lari
karena apa yang ingin mereka capai tidak ada dalam diriku
pertanyaan kisi-kisi setiap hari
tertekan beratnya seseorng yang tak memiliki jawaban
layak atau tidak aku berhak atas pelarian ini
meski mereka memaki aku tidak perduli
begitupun -hampir- ketidak-perdulianku pada pujian
kata hanya bisa disusun dan memiliki tujuan
setelah itu sudah.
banyak sekali diantara mereka yang tidak memperhatikan
tentang nikmatnya tak bersuara
tanpa kata
hanya rintih atau semacamnya
karena semua itu diutarakan dengan laku dari hati
dan aku hanya menulisnya saja
isyarat adalah bahasa jua
dan tulisan ini sebagai tanda jika aku menikmati pelarian tanpa suara ini

pelosok waktu diri

menglirlah seperti angin
hempas dan tabraklah yang ada
jangan takut terluka
angin tak bernyawa
karena berbeda dengan udara
 
bawalah seisinya
dari debu dan beton-betonnya
hampirilah bunga
persatukan putik dan benang sarinya
 
jangan takut kalah
karena kita tak akan pernah gagal atau kalah
mungkun hanya tertunda
atau sebenarnya datang dari jalan yang berbeda

wanita hangat dimasa lalu

aku hanya memeluknya sekali
diantara deret bangku yang sungguh sama sekali tidak rapih
-mereka cemburu
awal menakjubkan dari pecinta baru
dadanya tak terlalu rapat, kala itu dia malu
pipinya di leherku terlalu cemas berkeringat
dan desah nafasnya menyita gelisahku
aku menikmatinya seumur hidup karena aku tau
ini akan menjadi tidak sempat dilakukan kembali
gelisahku meratapi disetiap kali membangunkan si pagi
hanya ada tulisan masa lalu yang melamunkanku
bahkan ironi turut memilukan nostalgianya
senyumnya sangat dalam menakutkan
aku takut menakuti apa yang kini terpenuhi
kau bergabung dengan mereka dalam kepergiaan
dan aku hanya melihat saja kepiluan seperti cerita pilu masa lalu
namamu tergoyang angin masih menghangatkan

hitam putih cerita klasik kau dan aku

tidak ada yang berubah darimu
langkah kakimu yang tegak tak diam
mengalirkan darahku ke tempat tak tentu
dulu,
kau suka berjalan disisiku
memegang tanganmu, mengantarmu pulang
hanya berdua dengamu bersama waktu yang tak terasa lama
aku suka melihatimu
menungguku pulang bersandar di dinding
kau mencariku dari balik kaca
kau tersenyum menemukanku lambaikan tangan
dengan sabar,
kadang resah mengintaimu lama
kau siap berdiri mengiringiku
melahap langkah yang bahkan lebih susah
membiarkan jalan yang berganti tak sabar
matamu selalu menjadi doa agar esok cepat terjadi
dan ketika ujung jalan lekas terlihat
kutukar suratku dengan milikmu
dalam utarakan cinta tanpa kata cinta.

pembelaan

Tentu saja,
Selembar usang meredam dalam ingatan
Menyudahi keras dan lantang dan menautkan kaki kuat-kuat
Kerap hidup membuatku tak jera mati
Tak segan menghisap keyakinan
Ronta yang melenggok tanda aku membela

mu

jebaklah aku jika kau butuh.
aku menyeru dengan menderu di belakangmu
di depanmu aku menghalangimu dengan dadaku
keberanian yang sangat malu
meski keberanian ini ragu,
ini akan selalu membelamu.

optimisia

aku sama sekali tidak tahu siapa yang nanti akan membaca setiap kata dalam ini
begitu banyak kurasa tidak sebanyak dibandingkan mereka para pendahulu
meski semangat sering melemah, setidaknya masih ada sisa untuk tetap melanjutkannya
bahkan ketika hanya aku saja si pembaca tulisan milikku sendiri pun tidak mengapa
toh aku juga tidak hak mereka untuk membaca
terdengan ironis memang tapi tak mengapa, karena si aku ini pemula
mungkin butuh banyak waktu lagi agar mereka menganggapku seperti lebih dari penulis hebat lainnya
di atas WS Rendra mungkin, aku ingin menyombongkan karyaku didepan diriku sendiri
jika si aku ini memang spesial dengan kemampuannya menulis
menginspirasi banyak penulis senior sekalipun, khususnya mereka nanti yang tergila-gila dan selalu menanti tulisan-tulisanku, mereka yang mabuk akan tulisanku.
sepanjang aku menulis hanya teman saja yang mau membaca itu pun tidak semua
karena selalu ada saja yang tidak suka membaca
tapi dalam waktu dekat ini Butet Kertaredjasa pun akan menanti isi tulisanku
atau Sudjiwo tedjo pun akan merasa iri denganku
ini bukan mimpi ini impian yang akan segera menjadi kenyataan
aku sadar Allah sudah merencanakan aku untuk menulis ini
dan Allah pun tahu kalo kesuksesanku dalam menulis ini sudah ada disekenario-Nya.
Amin

separuh

mereka tak ingin lari
aku akan mencari jalan berbeda
dengan batu kerikil dan berliku
tidak akan ada banyak air di kantungku
tapi disekitarku nanti terhampar pinus kuat mempertahankan tanah gunungnya
airnya yang jernih deras mengalir tak terbatas
rerumputannya sangat menenangkan
aku akan terus berjalan tanpa tujuan.

separuh jalan

seketika saja jalanan ini buntu tak mendegupkan kenangan yang sudah sangat lama bertahun-tahun lamanya, bahkan saat aku hinggap disini beberapa tahun lalu masih bisa kucium keringatnya. kubawakan beberapa rasa bagi hatinya menelusuri bagian terkecil dari dirinya meski tak ada kata diantara kita, aku tau selalu ada getar tenang dilekat genggaman tangan kita.

Powered By Blogger
milik edwardus rodin. Diberdayakan oleh Blogger.

arsip karya ku